Jumat, 07 Maret 2008

Kelelawar Melayang Seperti Serangga


Dari segi ukuran, kelelawar mungkin terbang seperti seekor burung. Namun, caranya melayang di udara dalam waktu lama ternyata lebih mirip serangga.

Hewan malam yang lihai terbang di kegelapan itu memanfaatkan mekanisme arodinamika yang sama seperti serangga. Seperti dilaporkan dalam jurnal Science edisi terbaru, kekelawar mengandalkan pusaran udara horisontal yang disebut LEV (leading edge vortex) untuk menjaga tubuhnya tetap mengambang.

Tim peneliti gabungan dari Swedia dan AS mengungkap rahasia terbang melayang kelelawar setelah mempelajari dalam lorong angin. Para peneliti menaruh umpan di dalam ruangan dan melepaskan kelelawar. Kemudian, mereka merekam cara terbang kelelawar saat mendekati umpan menggunakan asap, laser, dan kamera yang dapat merekam gerakan sangat cepat.

Dari gerakan partikel-partikel asap, disimpulkan bahwa gaya dorong yang dihasilkan LEV menyumbangkan 40 persen gaya yang dibutuhkan untuk melayang. LEV terbentuk saat kelelawar mengepakkan sayapnya ke bawah. Hal tersebut menghasilkan gaya dorong ke atas yang cukup kuat sehingga kelelawar tidak jatuh saat melakukan gerakan lambat atau melayang, misalnya untuk mendekati mangsa.

Trik tersebut telah lama terbukti dilakukan serangga dan belum banyak terkuak peranannya untuk hewan bersayap yang lebih besar. Pada burung, LEV juga diketahui berperan penting, khususnya saat melakukan pendaratan sehingga nyaris tak pernah gagal. Pada kelelawar, teknik tersebut baru kali ini terbukti.

Kelelawar dapat mengendalikan posisi melayangnya menggunakan jari-jari yang menempel di membran kulit sayapnya. Gerakan jari akan mengubah sudut sayapnya, seperti fungsi flap (sirip) pada sayap pesawat terbang. Serangga tidak mungkin mengendalikan posisi melayang dengan trik yang sama seperti ini karena sayapnya kaku. Namun, serangga tetap dapat melakukannya dengan menggerakan sayap sangat cepat.

"Ini merupakan suatu informasi yang penting untuk mengetahui bagaimana menghasilkan sistem kendali berdasarkan bentuk sayap," kata ketua tim peneliti, Anders Hadenstrom daru Universitas Lund, Swedia. Temuan tersebut mungkin dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan sayap pesawat terbang, misalnya pesawat-pesawat kecil untuk pemetaan.

Tidak ada komentar: